Kezaliman Menuai Badai

Kezaliman Menuai Badai

Hakim, polisi, dan pengacara dijerat lembaga anti ruswah dan sebagian sudah masuk penjara. Jika para penegak hukum terjerat kasus hukum bagaimana nasib bangsa dan Negara hukum? Ibarat pepatah pagar makan tanaman. Apapun menjadi tidak aman karena penjaga hukum kehilangan amanah. Hukum dirusak olah penegaknya sendiri.
Keadaan malah tambah parah. Penegak hukum arogan dan sewenang-wenang. Siapapun seakan mudah dijebloskan ke bui hanya oleh seorang petinggi penegak hukum yang sok kuasa. Orang dijerat hukum karena  mengusik kepentinganya. Sementara para penjahat kelas berat yang merusak Negara dibiarkan leluasa karena sejalan dengan kepentingannya. Ketika diperingatkan oleh para ulama dan penjaga moral bangsa malah mencerca dengan congkak, seolah Negara ini miliknya. Kekuasaan dan arogansinya melebihi pemimpin tertinggi negeri. Atasnama hukum malah semaunya sendiri. Sungguh
mengerikan, mau dibawa kemana Negara hukum ini?
Lihatlah keganjilan dan keanehan yang terjadi dihadapan public. Seorang penegak hukum pangkat rendahan malah diketahui memiliki rekening gendut 1,2 trilliun. Sebelum ini beredar di media tentang rekening-rekening gendut, lalu menguap entah kemana. Mereka yang pangkatnya dibawah bisa leluasa memiliki uang tak jelas melampaui batas, bagaimana dengan yang diatas. Media dan siapapun yang mengusik malah dimasalahkan dan terancam ditersangkakan. Padahal sekandal demi sekandal bermunculan di depan mata. Hukum dan penegak hukum menjadi organ superkuasa melebihi kekuasaan Negara itu sendiri.
Hakim yang konon kekuasaannya luar biasa juga bermasalah. Sebagian terpidana karena korupsi, lainnya sekandal moral. Padahal kalau memutus perkara kekuasaannya mutlak, malah absolute. Sebagian orang bilang, kuasa hakim mirip kuasa Tuhan. Astghfirullah al-adhim, bagaimana kedigdayakan hukum malah diselewengkan dan disalahgunakan oleh otoritas yang kekuasaannya dinidbahkan dengan otoritas Ilahi. Padahal gajinya sudah melebihi pejabat lain. Moral ternyata tidak sejalan dengan gaji, karena manusia mengidap penyakit rakus.
Para wakil rakyat malah seolah senang komisi antiruswah lemah dan dilemahkan. Beragam dalih pembenar dikumandangkan. Katanya, tidak boleh ada lembaga superbodi di negeri ini, seraya lupa mereka sering memposisikan diri sebagai kekuatan superbodi. Sulit memahami pola piker para wakil rakyat yang terhormat itu, segala masalah seolah ringan dihadapinya. Mereka kini malah menyiasatinya agar memperoleh dana aspirasi yang besarnya spektakuler, Rp 20 milliar perorang perdapil. Jika dikalikan 5 tahun sepanjang masa jabatan, mereka menyalurkan 100 milliar. Sungguh tak mudah meraba kadar moralitas dan nilai-nilai luhur yang melekat dalam diri para elite politik, semuanya seakan ringan.

Inikah zaman edan seperti telah budaya Ronggowarsito? Jika tidak ikut edan tak kebagian. Artinya kejahatan, keserakahan, dan kezaliman menjadi luas. Sementara kebenaran, kebaikan, dan keadaban makin terasing. Mereka yang normal menjadi abnormal, sebaliknya yang rusak dan tidak karuan seolah menjadi benar dan lazim. Nilai benar dan salah, baik dan buruk, serta pantas dan tidak pantas campur aduk penuh ketidak jelasan. Malah menjadi ironi, serba berbalik, mereka yang benar bisa menjadi salah, yang salah menjadi benar. Sebagian masyarakatpun cenderung tidak peduli dengan nilai-nilai utama kebijakan.

Allah memberi peringatan keras dalam Al-Qur’an, yang artinya: “Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas dimuka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat ‘adzab yang pedih” (Qs Asy-Syuuraa:42). Perbuatan zalim adalah tindakan yang sewenang-wenang, yang membuat orang lain menjadi teraniaya. Perbuatan seperti itu sifatnya gelap alias sesat (dhulumat), yang jauh dari hidayah Allah. Kezaliman itu biasanya datang dari orang atau pihak yang memiliki kekuasaan dan bermoral buruk, yang memberikan dirinya keleluasaan untuk berbuat sekehendaknya.
Orang zalim dengan kekuasaan yang dimilikinya sering lupa kalau perbuatan jahat dan sewenang-wenangnya itu akan membelit dirinya. Kata pepatah, siapa menabur angin menunai badai. Kejahatan atau kezaliman sekecil apapun pada akhirnya akan bermuara pada dirinya, jika tidak kontan maka akan menjadi utang yang melilit hidupnya. Saksikan nasib Fir’aun yang di azab Tuhan di Laut Merah. Sabda Nabi, ad-dhulmu dhulumatu yauma al-qiyamah, bahwa “Kezaliman itu merupakan kegelapan di hari kiamat.” (HR Bukhari, Muslim, Ahmad, dan At-Tirmidzi dari Abdullah bin Umar).


Sumber:

SUARA MUHAMMADIYAH 16/100|16-31 AGUSTUS 2015 HALAMAN: 62