Hubungan Radla’ah Lewat Donor Asi
Dra Siti Aisyah, MAg
Fenomena donor ASI mengundang pertanyaan dikalangan masyarakat. Permaslahan
yang diperdebatkan terkait dengan hubungan mahram karena radla’ah (pemberian
ASI oleh perempuan lain) yang menyebabkan tidak boleh menikah dengan ibu
menyusui dan saudara sepersusuan.
Terkait dengan hubungan mahram karena radla’ah memang belum ada
kesepakatan. Fatwa maupun Keputusan Tarjih juga belum ada. Di kalangan ulama
Tarjih sudah ada wacana pemikiran tentang hal tersebut, namun belum ada kata
sepakat, sehingga belum ada keputusan. Di kalangan ulama Fikqih, terdapat
perbedaan pendapat. Donor ASI merupakan suatu kebutuhan. Mereka sepakat terdapat
hubungan mahram karena radla’ah, sehingga perlu diketahui identitas donor, baik
dari sisi kesehatan dan mendasari akhlak atau kepribadian anak.
Prinsip dasar dalam penetapan hukum donor ASI adalah bahwa donor ASI,
termasuk wilayah muammalah duniawiyah, yang hukum dasarnya adalah “mubah”,
sejalan dengan kaidah ushuliyyah
bahwa “Pada dasarnya (hukum) asal dalam
masalah mu’ammalah adalah boleh/mubah, kecuali ada dalil yang menunjukkan
sebaliknya. “Masalah dunawiyyah, dalam Manhaj Tarjih masuk wilayah Tajdid
Tathwiri yang membuka ruang kemungkinan adanya pengembangan, modifikasi, dan
temuan baru yang lebih maslahah bagi anak, ibu menyusu dan ibu donor.
Perbinangan tentang hubungan mahram (larangan menikah) karena radla’ah,
berdasarkan pada Qs An-Nisa’ [4]: 23 dan Hadits-Hadits tentang radla’ah. Dalam ayat
tersebut, Allah menjelaskan diantara perempuan yang haram dinikahi (mahram),
setelah menyebut perempuan mahram karena hubungan nasab, Allah menyebut mahram
karena radla’ah dalam Qs An-Nisa’ [4]: 23 yang artinya: “Diharamkan atas kamu
(mengawini) ………….., ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan
sepersusuan; ……… “.
Secara umum ada dua kelompok pendapat tentang mahram karena radla’ah. Pertama, hubungan mahram karena radla’ah,
mensyaratkan adanya “mashshah,” yaitu mengisap langsung pada ibu menyusui. Syarat
dimaksud dipahami dari Hadits Rasulullah saw, yang artinya: “ Dari ‘Aisyah ra. Berkata,
bersabda Rasulullah saw, serta berkata Suwaid dan Zuhair, bahwasannya Nabi
Muhammad saw bersabda: Sekali duakali hisapan tidaklah menjadikan mahram (HR
Muslim dan Jama’ah).
Hadits ini mengisyaratkan donor ASI yang dilakukan dengan perantara,
melalui botol susu atau lainnya, tidak berakibat hubungan mahram. Kelompok ini
berbeda pendapat dalam hal batas minimal jumlah mashshah.
Imam Abu Hanifah dan Imam Malik dengan mendasarkan pada pengertian
tekstual ayat menunjukkan bahwa susuan sedikit sama hukumnya dengan susuan
banyak. Demikian juga berdasarkan pada Hadits riwayat Ali, Ibnu Abbas,
Az-Zuhri, dan Qatadah yang mengisyaratkan makna umum hisapan. Hadits riwayat
Muslim dan Jama’ah dari ‘Aisyah, Suawaid dan Zuhair, mengisyaratkan batas
minimal radla’ah adalah tiga kali. Imam Syafi’I dan Imam Ahmad yang mendasarkan
pada hadits Ibnu Mas’ud dan Ibnu Zubair, riwayat Jama’ah, menetapkan bahwa
batas minimal radla’ah adalah lima kali. “……Maka Rasululllah saw bersabda,
susuilah ia selama lima kali, maka ia menjadi mahram karena susuannya (HR. Jama’ah).
Menurut ‘Umar, Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, yang kemudian dijadikan
pegangan oleh Imam Syafi’I, Imam Ahmad, dan dua orang pengikut madzhab Hanafi
(Abu Yusuf dan Muhammad), bahwa susuan itu tidak menjadikan muhrim, kecuali
jika dilakukan selama dua tahun yang sempurna. Landasannya Surat Al-Baqarah [2]
ayat 233 dan Hadits riwayat Imam Daruquthni dari Ibnu Abbas, yang artinya: “Tidak
ada persaudaraan radla’ah kecuali apa yang dilakukanselama dua tahun.
Kedua, wacana donor ASI yang dipraktikkan selama ini melalui bank ASI
atau pemberian ASI secara tidak langsung (tanpa mashshah) tidak berakibat
mahram karena radla’ah. Hal ini mempertimbangkan adanya isyarat keumuman makna
surat An-Nisa’[4]: 23 dan Al-Baqarah[2]: 233, bahwa yang dimaksudkan hubungan
radla’ah adalah susuan dan asuhan yang merupakan makna dari al-umm atau
keibuan. Donor dalam bentuk pemberian ASI tanpa ada unsur al-umm dalam bentuk
pengasuhan dan pendidikan bersamaan dengan pemberian ASI, maka sebenarnya tidak
ada hubungan radla’ah yang mengakibatkan tidak adanya hubungan mahram.
Adanya perbedaan pendapat dikalangan ulama Fikih perlu dikaji kembali
hukum ya. Saat ini donor ASI sudah menjadi kebutuhan dalam rangka memenuhi hak
pertama dan utama dari segi anak. Kajian hukum dari berbagai perspektif, baik
kesehatan, psikologi, social, ekonomi, hukum positif, maupun hukum Islam, untuk
memberikan solusi yang ramah dan rahmah sejalan dengan tujuan syariah untuk
mewujudkan kemaslahatan, rahmatan lil’alamin.
Sumber:
SUARA MUHAMMADIYAH 17/100|1-15 SEPTEMBER 2015 HALAMAN: 22 -
23