JIHAD AMAR ‘ADLI NAHI DHULMI
Prof Dr HM Amien Rais, MA
Tantangan Muhammadiyah ke depan cukup berat, kita perlu membuat
langkah-langkah penting sesuai kemampuan kita. Kita memang tidak dituntut
melakukan hal-hal yang diluar kesanggupan kita (Al-Baqarah 286). Tetapi kita
perlu membuat langkah untuk mengatasinya.
Pertama, menegaskan dan memperluas doktrin perjuangan kita. Dalam
rangka menjunjung tinggi dan menegakkan agama Islam sehingga terwujud
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya perlu menegaskan hal ini. Selama ini
Muhammadiyah melaksanakan dakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar dan Tijdid yang
diwujudkan dalam amal usaha, program dalam kegiatan tertentu.
Dalam kegiatan ini, sudah tiba saatnya Muhammadiyah juga mengembangkan
Dakwah Al-amru bil ‘Adli dan An-Nahyu ‘Anil Dhulmi. Yakni berjuang menegakkan
keadilan dan membrantas kedzaliman (An Nahl 76 dan 90, Al A’raf 159 dan 181,
dan Al Maidah 8). Barangkali bisa dikatakan Al-amru bil ma’ruf dan An-Nahyu
‘Anil Munkar lebih menitikberatkan pada kehidupan moral atau akhlak. Sedangkan
Al-amru bil ‘Adli dan An Nahyu ‘Anil Dhulmi lebih menyangkut persoalan
social,
ekonomi, politik dan juga hukum.
Alangkah baknya bila dua pasang doktrin Al-Qur’an ini kita jadikan
motivasi pokok pemikiran dan gerakan Muhammadiyah. Bisa kita bayangkan, dengan
perhatian yang lebih tajam lagi pada persoalan yang menyangkut kedzaliman social,
kedzaliman ekonomi, kedzaliman politik serta kedzaliman hukum, kiprah
perjuangan Muhammadiyah akan menjadi lebih relevan, lebih terasa dan lebih
menggigit ditengah bangsa yang haus akan keadilan multi-dimensional tersebut.
Mau tidak mau sebagian besar masyarakat atau bangsa Indnesia lewat Muhammadiyah
akan mencari inspirasi, apa kata Kitab Suci tentang ketidakadilan social,
ekonomi, politik dan hukum. Langkah-langkah apa pula kiranya yang dapat
ditempuh dalam mengatasi ketidakadilan ini. Yang jelas, menurut Nabi Muhammad
saw, ketika kita membrantas kemunkaran caranya harus ma’ruf. Maka ketika kita
membrantas berbagai kedzaliman caranya pun harus adil. Tidak boleh membrantas
kemunkaran malahan memunculkan kemunkaran baru. Demikian pula tidak boleh
membrantas kedzaliman tetapi malah menciptakan kedzaliman baru.
Langkah Al Amru bil ‘Adli dan An Nahyu ‘Anil Dhulmi sudah dimulai oleh
periode kepemimpinan Mas Din Syamsudin, yaitu dengan jihad konstitusi. Langkah itu
sudah betul dan perlu diteruskan oleh kepemimpinan periode sesudahnya.
Kedua, pentingnya jihad. Sebaiknya kita sadari bahwa selama ini sebuah
kata yang indah, penuh makna dan dapat menghidupkan (ihyaa) kaum beriman yaitu
kata jihad jarang kita bahas dan kita dalami dalam berbagai latihan kepemimpinan.
Atau mungkin secara tidak kita sadari justru kita jauhi.
Kata jihad dalam berbagai bentuk (fi’il madli, mudhari’, ‘amr dan ism)
dalam Al-Qur’an disebut 41 kali, sementara zakat hanya disebut 31 kali. Demikian
pentingnya jihad dalam Islam sampai-sampai ada sebagian ulama yang mengusulkan
agar jihad dijadikan rukun Islam yang ke-enam.
Secara sangat padat dan singkat jihad berarti badhlul juhdi atau kerah
total dari segenap kesanggupan untuk memperbaiki keadaan dari kedzaliman ke keadilan,
dari masyarakat bodoh ke masyarakat yang berilmu, dari masyarakat sakit ke
masyarakat sehat, dari penjajahan ke kemerdekaan, dan dari ketergantungan ke
kemandirian, serta dari kegelapan ke pencerahan.
Jihad dibidang apapun pasti memerlukan pengorbanan harta (untuk logistic)
dan pengorbanan jiwa (manusia yang bertanggungjawab mengatur strategi, program
dan rangkaian aksi) demi tercapainya tujuan. Tidak ada jihad tanpa pengorbanan
amwal dan anfus. Mengapa pengorbanan harta didahulukan sebelum pengorbanan
jiwa, kata banyak musafir, karena kebanyakan manusia dengan harta benda
demikian lengket.
Dalam hal ini KHA Dahlan sudah mencontohkan. Kiai Dahlan rela melelang
perabotnya untuk membiayai amal usaha atau dakwah Muhammadiyah.
Sumber:
SUARA MUHAMMADIYAH 17/100|1-15 SEPTEMBER 2015 HALAMAN: 27