Ciri-ciri Orang yang Bertauhid
Hasanuddin, SPdI
Suatu hari, anak kecil, sang penggembala raja disuruh menjual salah
satu gembalanya oleh Khalifah Umar dan jangan diberitahukan kepada raja.
Spontan anak tersebut menjawab, “Lalu Fa ainallah?” “Dimana Allah?” Dari kisah tersebut kita bisa bercermin bahwa
anak tersebut marasa Allah selalu bersamanya dan takut berbuat sekecil apapun.
Dengan kata lain anak tersebut memiliki tauhid yang tinggi kepada Allah yakni,
menyakini bahwa Dia adalah satu-satunya zat yang maha segala-galanya.
Bagaimana cirri orang yang bertauhid?
1.
Memaafkan
Kita sering menyaksikan
sekelompok masyarakat begitu mudah mengumbar emosi tanpa
mempertimbangkan
akibatnya. Nafsu setan menjadi komandonya. Dia bertindak layaknya hewan.
Merusak hubungan pertemanan, menghancurkan kekeluargaan, kalau perlu merusak
hubungan seiman dan seagama. Ini sangat berbahaya jika tidak ada ‘rem
pengendali’ yang berupa kemaafan. Bisa-bisa kekerasan yang individual itu
menjadi komunal. Oleh karena itu, masing-masing individu hendaknya memiliki
tauhid yang dalam kepada Allah sehingga seseorang tidak cepat memuncak emosinya
jika menghadapi masalah sebesar apapun. Memaafkan merupakan bukti ketulusan
hati terhadap perilaku orang yang menyakiti.
“Maka, barangsiapa memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas
(tanggungan) Allah”. (Qs Asy-Syura: 40) dan masih banyak ayat yang lain
yang senada dengan hal ini.
2.
Keyakinan terhadap qadha’
Seorang hamba sebenarnya hanya
satu dari sekian sebab yang ada, dan bahwa penentu takdir sebenarnya adalah
Allah. Oleh karena itu berserahlah kepada Allah yang melindungi diri kita.
Alangkah damainya masyarakat
kita apabila memiliki sikap saling mengalah dan merendah dan tidak saling
berbangga terhadap kelebihanya masing-masing. Apabila ia menang ia tidak
berlaku sewenang-wenang dan berbuat zalim. Sebaliknya yang kalah tidak merasa
berkecil hati apalagi dendam dan sakit hati. Masyarakat seperti ini menyadari
bahwa kelebihan merupakan karunia Allah dengan mengatakan,”Hazda min fadhli
rabbi.”
3.
Penghapusan dosa
Artinya kita harus menyadari
bahwa kejahatan yang dilakukan orang lain kepada diri kita berarti dosa-dosa
kita dihapuskan, kesalahan-kesalahan kita dimaafkan, keburukan-keburukan kita
dileburkan, dan derajat kita diangkat. Bukan sebaliknya, api dibalas api tapi
bagaimana api tersebut dibalas dengan air biar cepat padam api permusuhan.
Kita harus belajar dari
orang-orang terdahulu bagaimana mereka memperlakukan musuhnya. Shalahudin
Al-Ayyubi sebagai contoh. Tatkala perang Hittin sedang berkecamuk mereka
menyusup, menyamar untuk mengobati musuhnya yang terluka. Lantas setelah
kejadian itu musuhnya masuk Islam atas keluhuran akhlak beliau. Untuk saat ini,
sikap seperti ini perlu digalakkan walaupun itu pada musuh sekalipun.
4.
Menunjukkan sikap ramah.
Artinya kita harus bersikap
ramah kepada orang yang menyakiti diri kita. Karena bagaimanapun dia berhak
diperlakukan ramah. Tindakannya yang
selalu menyakiti orang lain dan sikapnya yang terlalu berani menentang perintah
Allah untuk tidak menyakiti orang lain dan sikapnya yang terlalu berani
menentang perintah Allah untuk tidak menyakiti orang muslim, menempatkannya
dalam posisi orang yang harus kita tanggapi dengan lembut dan ramah, dan posisi
orang yang kita hindarkan dari keterpurukannya.
Sabda Nabi: “Tolonglah saudaramu yang zalim maupun yang
dizalimi”.
Ketika Misthah mencemarkan nama
baik Abu Bakar dan Aisyah, anaknya, maka Abu Bakar bereaksi dengan bersumpah
untuk menghentikan suplai makanan kepada Misthah. Misthah sendiri adalah
seorang miskin yang secara rutin mndapat biaya hidup dari Abu Bakar. Maka Allah
pun menegurnya lewat firman-Nya yang artinya: “Dan, janganlah orang-orang yang
mempunyai kelebihan dan kelapangan diantara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak)
akan member (bantuan) kepada kaum kerabat (nya), orang-orang miskin dan orang
yang berhijrah pada jalan Allah dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang
dada.” (Qs An-Nur: 22)
Sumber:
SUARA MUHAMMADIYAH 16/100|16-31 AGUSTUS 2015 HALAMAN: 33-34