Bermartabat Karena Bekerja

BERMARTABAT KARENA BEKERJA
Mutohharun Jinan

Kendati sudah puluhan tahun berlalu, kebanyakan orang masih ingat ketika ditanya apa cita-citanya sewaktu masih kecil. Jawaban yang tiba-tiba muncul saat itu bermacam-macam, ada yang ingin jadi dokter, insinyur, guru, pilot, astronot dan lain-lain. Beragam jenis profesi yang muncul itu pada dasarnya merupakan ungkapan imajinasi bahwa setiap orang hakikatnya ingin hidup bahagia, sejahtera, sukes, dan seterusnya dengan bekerja.

Tampaknya keinginan bekerja atau berkarya menjadi bagian kodrati yang disematkan oleh Allah dalam diri setiap orang. Karena itu pula salah satu yang bisa mempertahankan dan mengangkat martabat manusia
adalah kemauannya bekerja mencari nafkah mengais rizki untuk memenuhi hajat hidup diri dan keluarganya. Ukuran tinggi rendahnya martabat seseorang antara lain dilihat dari kemauan dan semangatnya dalam bekerja. "Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makalah sebahagian dari rizki-Nya, dan hanya kepada-Nyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan." (Qs Al-Mulk [67]: 15). Memang hidup itu sendiri  sebuah anugerah yang harus dirayakan dengan kerja kreatif, produktif, dan konstruktif.

Rasulullah saw menyebut bekerja sebagai aktivitas yang mulia setara dengan jihad di jalan Allah. Diriwayatkan, beberapa orang sahabat melihat seorang pemuda kuat yang rajin bekerja. Merekapun berkata mengomentari pemuda tersebut, "Andai saja ini (rajin dan giat) dilakukan untuk jihad di jalan Allah." Nabi saw segera menyela dengan sabdanya, "Janganlah kamu berkata seperti itu. Jika ia bekerja untuk menafkahi anak-anaknya yang masih kecil, maka ia berada di jalan Allah. Jika ia bekerja untuk menafkahi kedua orang-tuanya yang sudah tua, maka ia di jalan Allah. Dan jika ia bekerja untuk memenuhi kebutuhan dirinya, maka iapun di jalan Allah. Namun jika ia bekerja dalam rangka riya' atau berbangga diri, maka ia di jalan setan." (HR Thabrani)

Tidak ada ketentuan dalam islam seseorang harus bekerja dengan jenis pekerjaan tertentu dan melarang jenis kerja atau profesi lain. Semua pekerjaan itu mulia kecuali yang dilarang. Yang ditentukan adalah nialai-nilai yang menyangkut niat, cara, dan tujuan dalam bekerja, yang harus dirancang bermula dan bermuara pada ridla Allah. Karena itu seorang muslim memulai pekerjaanya dengan Basmalah, yakni menyadari bahwa itu tidak dapat wujud tanpa bantuan Allah, dan mengakhirinya dengan Hamdalah, yakni dengan bersyukur kepada-Nya.

Bekerja yang dilandasi dengan semangat pengabdian dan rasa syukur kepada Allah sangat membantu dalam meningkatkan kualitas hasil kerja dan kepuaasan serta kebermaknaan hidup bersama dengan orang lain. Seseorang akan merasa bermakna hidup dan aktivitasnya kalau memiliki niat dan pandangan hidup yang mulia bahwa hidup ini harus dilalui dengan senang dan juga hidup adalah anugerah yang mesti disyukuri serta dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.

Karena itu, seorang Muslim tidak sepantasnya bekerja dengan bermalas-malasan dan tanpa gairah yang berakibat rendahnya produktivitas. Al-Qura'an tidak memberi peluang bagi seorang Muslim untuk berleha-leha dalam hidup ini. "Maka apabila engkau telah berada di dalam keluangan (setelah tadinya engkau sibuk), maka (bersungguh-sungguhlah bekerja) sampai engkau letih, atau tegakkanlah (persoalan baru) sehingga menjadi nyata. "Demikian pesan Qs Al-Insyirah [94]: 7. Tanpa kerja produktif seseorang juga akan kehilangan harga dirinya. Jangan bayangkan seseorang akan merasa bahagia dengan mengandalkan warisan orang tua tanpa yang bersangkutan memiliki ketrampilan kerja. Nabi Muhammad saw mengingatkan, "Tidaklah seseorang memakan makanan yang lebih baik dari makanan yang dihasilkan dari pekerjaan tangannya sendiri." (HR Bukhari)

Prinsip lain setelah adanya unsur pengabdian adalah bekerja secara profesional dengan penuh rasa tanggungjawab dengan orientasi hasil terbaik. "Sesungguhnya Allah mencintai seorang diantara kalian yang jika bekerja, maka ia bekerja dengan baik." (HR Baihaqi). Di antara indikator yang tampak dari kesungguhan seseorang dalam bekerja adalah selalu berorientasi hasil maksimal dalam kuantitas maupun kualitasnya. Kuantitas dilihat dari banyaknya jumlah yang dihasilkan. Kualitas dapat dilihat dari segi nilai tambah dan kemanfaatanya bagi diri dan orang lain. Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya Allah mewajibkan perbuatan ihsan (terbaik) atas segala sesuatu." (HR Muslim).

sumber:
SUARA MUHAMMADIYAH 03/100 | 11 - 25 RABIUL AKHIR 1436 H