PERKUAT GERAKAN POLITIK ISLAM

 PERKUAT GERAKAN POLITIK ISLAM

Mengapa umat Islam semakin tidak diperhitungkan dalam dunia politik? Mengapa beberapa kali umat Islam hanya dijadikan sebagai pendulang suara setiap Pemilu, Pilkada, dan bahkan Pilpres? Pertanyaan ini sudah lama hinggap dipikiran umat Islam. Akan ditemukan jalan keluar. 

Kondisi politik Indonesia akhir-akhir ini diwarnai budaya politik yang tidak baik. Berbagai penyimpangan dianggap sebagai perilaku yang lazim, lumrah. Ada liberalisasi politik, dari politik koruptif, manipulatif, hingga menghalalkan segala cara. Kondisi ini sangat memprihatinkan. Ini memberikan sinyal hilangkanya moral dalam dunia politik. "Acuan moral  dari Islam sangat dibutuhkan dalam dunia politik," kata Anis Matta, Presiden PKS. Moralitas yang berbasis pada prinsip politik dalam Islam, seperti tauhid, syura, keadilan,
persamaan, kedamaian, dan amanah.
Disinyalir, kemerosotan ini disebabkan oleh makin redupnya kontribusi umat Islam dalam kancah politik. Umat Islam mengalami kegamangan dalam dunia politik. Mereka tergerus arus politik yang minim moral. Sebenarnya, hal ini sudah lama disadri. Namun, kekutan umat Islam tidak demikian kuat memperjuangkan nilai-nilai Islam. Mereka selalu kalah dan terpinggirkan. Sehingga umat Islam tidak lagi dianggap sebagai kekuatan yang besar dan menentukan arah politik negara dan bangsa ini.
Ada problem besar yang dihadapi umat Islam dalam dunia politik. Problem besar itu adalah masih dominannya kepentingan kelompok (bahkan pribadi) dalam perjuangan politik. Belum ditemukan satu kepentingan bersama. Satu kepentingan untuk umat Islam. Saat inilah dianggap waktu yang tepat untuk menyatukan visi dan kepentingan bersama. Kepentingan untuk menaikkan derajat politik umat Islam. Memperkuat gerakan politik Islam.
Peran umat Islam dinilai tidak menonjol dalam dunia politik. Nilai-nilai Islam sama sekali tidak tampak dalam kehidupan politik. Perilaku dan tujuan politik pun belum terdasari sepenuhnya oleh nilai-nilai Islam. Nilai-nilai yang hakikatnya telah mengatur segala aspek hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Umat Islam silap dalam dunia politik. Kesilapan ini, sadar atau tidak, menggiring pada makin tidak diperhitungkan kekuatan politik umat Islam. Masing-masing sibuk dengan kepentingannya sendiri-sendiri. "Ini berbeda dengan ghirah politik umat Islam pada tahun 50-an," kata Prof Dr Bachtiar Effendy, guru besar ilmu politik UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Menurut Bachtiar, pada Pemilu tahun 50-an, posisi partai politik Islam sangat jelas, yakni memperjuangkan aspirasi politik umat Islam. Identitas umat Islam dan aspirasi politik Islam menjadi kepentingan utama dalam kepentingan politik. Sementara sekarang ini, "partai-partai Islam hanya memperjuangkan kepentingan kelompoknya,"tegasnya.
Sudah saatnya masing-masing kelompok umat Islam menghentikan klaim negatif terhadap kelompok lain. Tidak ada manfaatnya. Pikiran dan waktu mestinya dapat dimanfaatkan untuk merenungkan visi dan kepentingan bersama. Menghindari perpecahan umat dengan merenungkan pentingnya gagasan bersama. Yakni memperkuat peran umat Islam dalam dunia politik," Kata Prof Dr H Din Syamsuddin, Ketua Umum MUI.

Oleh karena itu, perlu ada penguatan dalam bentuk gerakan bersama. Gerakan politik yang tidak harus berbentuk paratai politik. Akan tetapi gerakan yang memberikan warna Islam dalam setiap gerakan negara dan bagsa. Menurut Lukman Hakim Saifudin, Menteri Agama RI, umat Islam memiliki tanggung jawab memberikan acuan moral terhadap perpolitikan negara ini. Bahwa politik tidak hanya dipahami sebagai alat mencapai kekuasaan. Politik dalam pandangan Islam adalah untuk meningkatkan kemajuan dan peradaban bangsa, menuju negara dan bangsa yang berkemajuan. "Umat Islam memiliki tanggung jawab terhadap masa depan bangsa ini," kata Lukman.
Dasar tanggungjawab ini sangat jelas. Negara ini terbentuk atas kontribusi besar umat Islam. Berbagai kekuatan umat Islam bersatu membentuk negara ini. Menurut Bachtiar Nasir, Sekjen Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI), ini yang sering dilupakan, bahkan oleh umat Islam sendiri. "Kalimat berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pembukaan UUD 1945 adalah bukti tegas betapa kontribusi umat Islam tidak dapat diremehkan begitu saja," katanya.

Meskipun demikian, penguatan gerakan politik umat Islam membutuhkan penyamaan persepsi. Utamanya persepsi untuk kemajuan umat Islam. Kemajuan yang mampu memberi teladan dalam perpolitikan negara ini. Oleh karena itu, gagasan perlu adanya instrumen khusus yang memperjuangkan kepentingan umat agaknya kurang relevan. Kesamaan visi dan persepsi mesti ditemukan segera untuk kemudian memikirkan tentang instrumen politik.
Pada titik ini, peran ormas Islam menjadi pendorong aspirasi umat Islam. Ia dapat memberikan usulan regulasi dan kebijakan. Ia juga dapat menjadi kekuatan kontrol dan penyeimbang. Ketika partai-partai Islam sering ribut didalam, dan tidak lagi memperhitungkan aspirasi umat Islam, maka "ormas dapat menjadi pemecah kebuntuan peran politik partai Islam,"kata Agus Reza, Mahasiswa S2 Fisipol Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Memperkuat gerakan politik umat Islam, dengan demikian, membutuhkan syarat-syarat. Bahwa diperlukan kesamaan visi yang memberikan pondasi bersama dalam memperjuangkan kepentingan umat Islam. Selain itu, dibutuhkan kekuatan politik lain diluar partai politik. Kekuatan tersebut adalah ormas Islam. Ormas Islam dapat menjadi kelompok penekan yang dapat menentukan arah berbangsa. Ormas Islam juga berperan sebagai pemberi acuan moral agama, sesuai dengan prinsip amar makruf nahi munkar. Selanjutnya adalah penguatan parta politik Islam. Partai Islam perlu disadarkan pada peran politiknya. Bahwa ia mesti memperjuangkan aspirasi umat Islam. Mampu meyakinkan sebagai kekuatan yang dapat membangkitkan lagi identitas politik umat Islam. Partai Islam juga mesti dapat membuktikan diri sebagai cerminan dari keindahan politik Islam. Keindahan politik yang akan membawa bangsa dan negara yang berkemajuan.

sumber:
SUARA MUHAMMADIYAH 05 / 100 | 10 - 24 JUMADILAWAL 1436 H