KITAB PALING OTORITATIF KEDUA SETELAH AL-QUR'AN

KITAB PALING OTORITATIF KEDUA SETELAH AL-QUR'AN

Judul: Shahih Al-Bukhari
Pengarang: Muhammad bin Ismail Al-Bukhari
Penerbit: Maktabah Rusyd, Riyadh: Saudi Arabia, edisi Raid bin Sabri bin Abi Ulfah

Keseharian Muslim di manapun dan kapanpun tidak dapat dilepas dari Hadits. Dari pengajian ibu-ibu di sebuah desa di Bantul Yogyakarta hingga kelas Islamic Studies serius di Cairo, Mesir atau di Leiden, Belanda. Semua menyitir Hadits dan tidak dapat dilepaskan dari pernyataan "Hadits ini shahih diriwayatkan oleh Al-Bukhari." Sebuah kompi pasukan di Maroko menamakan diri mereka Bukhariyah, karena ditengah menjalankan tugas kemiliteran, mereka selalu membawa kitab shahih Al-Bukhari untuk dibaca jika waktu senggang. Demikian penghargaan umat terhadap kitab ini dimana diwakili oleh komentar Syaikhul-Islam Ibnu
Taimiyah,"Tidak ada kitab yang paling shahih di bawah langit ini setelah Al-Qur'an kecuali shahih Al-Bukhari."

Judul lengkap kitab ini adalah al-Jami al-Musnad al-Shahih al-Mukhtasar min Umur Rasulillah Shallallahu Alaihi wa salam wa Sunanihi wa Ayyamihi.  Atau Kumpulan Ringkasan Hadits Shahih dari Perkara-perkara Rasul saw Sunnah dan Kehidupan Kesehariannya.  Beberapa faktor yang melatarbelakangi penyusunanya adalah pernyataan gurunya tabi'in Ishak ibn Rahuwaih akan tidak adanya kitab Hadits yang menghimpun Hadits-Hadits Shahih dalam satu kodifikasi saat itu dan sebuah mimpi, dimana Al-Bukhari bertemu dengan Nabi, "Aku bertemu Nabi dan seakan berada di hadapannya langsung. Tanganku memegang sebuah kipas dimana aku mengipasinya."Setelah dikonfirmasi ke beberapa ahli tafsir mimpi, berkata seorang, "Kamu akan membersihkan kebohongan yang disandarkan atau dibuat-buat atas nama Nabi. "Tafsiran mimpi itulah yang menggerakkan untuk mengumpulkan Hadits Shahih dalam Al-Jami' al-Shahih.

Posisi kitab Hadits "paling otoritatif" yang disematkan untuk buku ini juga terkait dengan usaha intelektual dan ruhani Al-Bukhari dalam menyeleksi dan mengkodifikasi dari sekitar 600.000 Hadits menjadi sekitar 7.397, menurut hitungan (hemat penulis) terakurat oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani, termasuk yang diulang-ulang. Penyusunannya memakan waktu sekitar 10 tahun dengan kurang lebih 3 kali koreksi oleh ulama dan guru-gurunya, yaitu para Imam Ahli dan kritikus besar Hadits diantaranya Ali bin al-Madini, Imam Ahmad bib Hanbal, dan Yahya bin Ma'in bertempat di Raudhah (tempat antara makam dan mimbar Nabi) di Masjid Nabawi. Muhammad Yusuf al-Faryabi, muridnya bercerita bahwa Al-Bukhari tidak akan menuliskan satu Hadits dalam kitab ini kecuali berwudhu, lalu shalat 2 rakaat, dan berdoa pada Allah hingga ia yakin akan keshahihannya. Dalam riwayat lain tidak hanya berwudhu, tapi juga mandi besar. Dari 7.397 Hadits terbagi ke dalam 97 kitab 3.450 bab berdasar naskah Leiden  (1862-1868). Sistematika yang diketengahkan oleh Al-Bukhari dalam kitabnya ini termasuk baru pada zamannya dengan membagi Hadits ke dalam banyak tema fikih. Untuk syarat keshahihan Hadits, ia tidak mencantumkannya secara detail. Namun para ulama sepeninggalnya seperti Al-Hakim al-Naisaburi merumuskan salah satunya, bahwa sanad disebut bersambung menurut Al-Bukhari apabila murid dan guru atau rawi kedua dengan rawi pertama benar-benar pernah bertemu meskipun hanya sekali, tidak hanya hidup semasa.

Apreseasi lain adalah ketika ramai ulama memberikan komentar (syarh) atas kitab ini yang mencapai kurang lebih 45 buah dan yang terpopuler-terbaik adalah Fath al-Bari oleh ibnu Hajar Al-Asqalani. Shahih Al-Bukhari juga tersebar dan diterjemahkan kedalam berbagai bahasa. Edisi Eropa dilakukan oleh W. Junyboll dan M. Ludolf Krehl pada 1908 di Leiden, Belanda, setelah lama dicetak dan beredar di dunia Islam seperti di Bulaq-Cairo, Mesir (1279 H), Bombay (1869), dan Bangalore-India (1296 H). Terjemahan edisi terbaru dan tersebar secara luas di berbagai Islamic Centre di Eropa dan Amerika adalah edisi Muhammad Muhsin Khan dengan judul Translation of Shahih al-Bukhari. Naskah yang tersebar sekarang, menjadi acuan dan banyak digunakan di dunia Muslim adalah hasil editan dari Imam Syarafudin Ali bin Muhammad al-Yunini (w. 701 H) yang kemudian dibantu oleh filolog Ibnu Malik (w. 672/1273).

sumber:
SUARA MUHAMMADIYAH 04/100 | 26 RABIUL AKHIR - 9 jUMADILAWAL 1436 H