Menjumpai Allah Lewat Orang Lemah
Ali Trigiyanto
Sebagian orang terkadang menyangka bahwa keshalihan individual punya
nilai lebih tinggi sehingga ia begitu bersemangat mengejar keshalihan
individual dan kurang memperhatikan keshalihan social. Banyak orang yang bangga
kalau bisa naik haji dan umrah berulang-ulang, atau rajin puasa dan shalat
malam, namun disisi lain tumpul kepekaan sosialnya disaat melihat saudaranya
menanggung sakit, putus sekolah, menganggur, kelaparan, dan juga kehausan.
Padahal begitu besar hak sesame yang mesti dipenuhi oleh manusia dalam
pergaulan sehari-hari. Sehingga bila hak ini tidak dipenuhi padahal yang
bersangkutan mampu dan longgar, maka kelak ia akan dituntut bukan oleh temannya
itu, namun Allah sendiri yang akan menuntutnya. Hadits Qudsi riwayat Imam
Muslim berikut ini membuktikannya.
Bersumber dari sahabat Abu Hurairah ia berkata bahwa nabi saw pernah
bersabda: “Pada Hari Kiamat kelak, Allah, mengatakan: ‘Wahai Anak Adam, Aku
sakit tetapi kamu tidak menjenguk-Ku’. Hamba bertanya: ‘Bagaimana aku harus
menjenguk Mu, Sedangkan Engkau adalah Tuhan bagi alam
semesta?’. Allah
menjawab: ‘Apakah kamu tidak tahu bahwa hamba-Ku si Fulan sedang sakit, tetapi
kamu tidak menjenguknya. Seandainya kamu menjenguknya pasti kamu temui Aku di
sisinya.’
“Allah bertanya lagi: ‘Hai anak Adam, Aku lapar, tetapi kamu tidak beri
Aku makan.’ Hamba menjawab: ‘Wahai Tuhan, bagaimana aku member-Mu makan,
padahal Engkau adalah Tuhan alam semesta?’. Dia mengatakan: ‘Apakah kamu tidak
tahu bahwa haba-Ku si Fulan minta makan kepadamu, tetapi kamu tidak berikan dia
makan? Seandanya kamu beri makan si Fulan, niscaya kamu dapati Aku disinya’.
“Allah bertanya lagi: ‘Hai anak Adam, Aku minta minum kepadamu, tapi
kamu tidak beri Aku minum’. Hamba menjawab: ‘Bagaimana aku member-Mu minum,
sedangkan Engkau Tuhan bagi alam semesta?’ Allah mengatakan: ‘Hamba-Ku si Fulan
minta minum kepadamu tapi kamu tidak memberinya minum. Seandanya kamu
memberinya minum, niscaya kamu akan mendapati dan menemui Aku disisinya”. (Hadits
Qudsi, Sahih Muslim).
Sakit, lapar, haus, adalah sebagian kecil problem mendasar yang masih
selalu menghinggapi sebagian masyarakat dimanapun ia berada. Sudah semestinya
sebagian yang lain terutama yang hidup dalam kelapangan dan kelonggaran untuk
sudi membantu dan meringankan beban saudaranya. Rasa sakit, lapar, dan haus
pada dasarnya butuh segera pemenuhan tanpa harus ditunda-tunda lagi
pemenuhannya. Jangankan meringankan penderitaan manusia, dalam hadits riwayat
Imam Bukhari ditemukan riwayat bagaimana dosa seorang pelacur diampuni Allah
karena menghilangkan rasa haus yang dialami oleh seekor anjing.
Hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda, “Barang siapa yang melapangkan satu kesusahan dunia dari
seorang Mukin, maka Allah melapangkan darinya satu kesusahan di hari kiamat. Barangsiapa
memudahkan (urusan) orang yang kesulitan (dalam masalah hutang), maka Allah
Azza wa Jalla memudahkan baginya (dari kesulitan) di dunia dan akhirat. Barangsiapa
menutupi (aib) seorang muslim, maka Allah akan menutupi (aib)nya di dunia dan
akhirat. Allah senantiasa menolong seorang hamba selama hamba tersebut menolong
saudaranya. Barang siapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan
mudahkan baginya jalan menuju Surga. Tidaklah suatu kaum berkumpul disalah satu
rumah Allah (masjid) untuk membaca Kitabullah dan mempelajarinya diantara
mereka, melainkan ketentraman akan turun atas mereka, rahmat meliputi mereka,
Malaikat mengelilingi mereka, dan Allah menyanjung mereka di tengah malaikat
yang berada di sisi-Nya. Barangsiapa yang diperlambat oleh amalnya (dalam
meraih derajat yang tinggi-red), maka garis keturunannya tidak bisa
mempercepatnya.” (HR Muslim)
Alangkah indahnya jika dalam kehidupan ini yang kuat bersedia membantu
dan melindungi yang lemah, yang sukses menuntun yang gagal, yang kaya menolong
yang miskin, yang alim membimbing yang awam, yang tua memberi teladan pada yang
muda, serta yang muda menyayangi dan menghormati yang tua. Semua itu mungkin
dan bisa kita lakukan, tentunya kita mau bukan?
Sumber:
SUARA MUHAMMADIYAH 22/100|16-30 NOVEMBER 2015 HALAMAN: 40