MUHASABAH
M Husni
Hisablah dirimu sebelum dihisab orang lain. Ajaran kebaikan tersebut
sangat mendalam tentang pentingnya setiap Muslim mengenal diri secara hakiki. Mungkin
dapat ditambahkan, hisablah diri sebelum menghisab orang lain. Kata pepatah,
ketika telunjuk menuju ke hidung orang, sesungguhnya jari tangan yang lain
menunjuk diri sendiri.
Memahami diri sendiri memang harus diupayakan. Lumrahnya orang mudah
sekali mengenal orang lain, tetapi sering gagal mengenal diri sendiri. Mengenal
identitas diri secara jasmani, boleh jadi cukup dengan berdiri didepan cermin. Semua
akan gamblang. Namun, mendefinisikan diri secara ruhani, harus dilakukan dengan
muhasabah secara serius.
Muhasabah alias instropeksi berarti melakukan peninjauan atau koreksi
terhadap kelemahan dan kesalahan diri sendiri. Jangan sampai menyangka diri ini
pintar, ternyata bodoh. Jangan sampai mengira diri ini dermawan, ternyata
kikir. Jangan sampai menduga diri ini penyabar, ternyata
pemarah. Jangan sampai
mengira diri ini mulia, ternyata hina.
Setiap insan harus menyadari bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Sebab,
itu tidak perlu merasa berat untuk mengakui kesalahan, kendati menyandang nama
besar dan menduduki posisi ditokohkan. Coba singkirkan perasaan takut terlihat
bodoh atau rendah. Toh keengganan mengakui kesalahan sendiri adalah wujud
kebodohan yang paling nyata.
Dengan demikian, diskusi atau tukar pikiran itu harus. Setiap diri
mengidap kelemahan, tetapi barangkali dapat ditutup dengan kelebihan orang
lain. Siapa saja yang enggan mendiskusikan pemikirannya, dimungkinkan tersesat.
Sementara Allah sendiri menyuruh Rasulullah, manusia paling sempurna, untuk
berdiskusi dengan sahabat. “Ajaklah mereka bermusyawarah dalam urusan dunia. Kemudian
apabila kamu telah membulatka tekad, maka pasrahkanlah dirimu kepada Allah. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang pasrah kepada-Nya.” (Qs. Ali Imran [3]: 159).
Saatnya diri menghentikan kebiasaan merasa paling benar sembari benar
menghakimi selain diri. Kacaunya peradaban dunia ini disebabkan orang yang
tidak mau belajar, tetapi merasa selalu paling pintar dan benar. Ini penting
diingatkan. Sebab manusia memang gampang terjangkit virus sombong.
Termasuk menyikapi perbedaan pendapat dalam urusan agama yang tidak
prinsip. Lebih baik kedepankan sikap toleran. Proses keberagaman itu ibarat
orang naik tangga. Kalau baru sampai dipertengahan tangga, yang dilihat
biasanya terbatas. Ya, sebatas gedung-gedung itu saja. Pengetahuan masih minimal,
sehingga mudah kaget dan rebut. Tetapi, begitu sampai di puncak ketinggian,
pandangan menjadi luas. Dia telah melampaui seluruh pemandangan dibawah dengan
mata kepala sendiri. Hasilnya, hati dan pikiran menjadi terbuka dan mudah
memaklumi sesama.
Namun, virus sombong bisa bertandang kepada siapa saja. Tidak ada
manusia yang pasti selamat darinya. Kalau ada orang mengaku bahwa dirinya pasti
terbebas dari virus sombong, itu sombong juga namanya. Apakah kita, Nabi musa
saja pernah pernah terkena virus sombong. Berikut sabda Rasulullah sebagaimana
diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dari Ubai bin Ka’ab.
Suatu hari, Nabi Musa berdiri di Khalayak Bani Israil. Nabi Musa lalu
di Tanya, “Wahai Musa, siapakah orang yang paling berilmu?” Nabi Musa menjawab,
“Aku!” Mereka bertanya lagi, “Adakah orang yang lebih berilmu darimu?” Nabi
Musa pun menjawab, “Tidak ada.”
Ketika itulah kemudian Allah menegur Nabi Musa. “Sesungguhnya disisi-Ku
ada seorang hamba yang berada di pertemuan dua lautan, dan dia lebih berilmu
daripada kamu,”firman Allah. Segera nabi Musa bertanya, “Ya Allah dimanakah
saya dapat menemuinya?” Allah berfirman, “Bawalah bersamamu seekor ikan dalam
keranjang. Sekiranya ikan itu hilang, di situlah kamu akan bertemu dengan
hamba-Ku itu.”
Satu hal yang menarik dalam kisah tersebut adalah Nabi Musa akhirnya
belajar kepada Nabi Khidir tentang kesabaran, dan gagal. Semoga setiap insan
terutama muslim bersedia berendah hati bahwa segala perasaan super hanya mengantarkan
pada kehancuran. Marilah budayakan muhasabah untuk terus menerus melakukan
koreksi diri daripada mengoreksi orang lain.
SUMBER:
SUARA MUHAMMADIYAH 1 – 15 AGUSTUS 2015 HALAMAN 153