MEMBACA AL-QUR’AN UNTUK ORANG YANG MENINGGAL

MEMBACA AL-QUR’AN UNTUK ORANG YANG MENINGGAL

Tim Fatwa Agama berpendapat bahwa bacaan Al-Qur’an, baik itu surat Yasin maupun surat lainnya yang dihadiahkan untuk si mayit tidak sampai pahalanya kepadanya karena beberapa alasan antara lain:

Pertama, tidak terdapat ayat Al-Qur’an atau Hadits Nabi Muhammad saw yang dapat dijadikan dasar yang kuat untuk melakukannya. Bahakan didalam Al-Qur’an Allah menyatakan bahwa manusia tidak akan memperoleh balasan di akherat melainkan apa yang diusahakannya sendiri ketika masih di dunia. Firman Allah dalam Qs. An-Najm [53]: 39-41 yang artinya:

                “Dan bahwasannya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya, dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya). Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling semourna.”
Dalam Qs. Al-Baqarah [2]: 286, Allah juga berfirman, yang artinya:
                “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.”
Qs. Al-Mudatstsir [74]: 38, yang artinya:
                “Tiap-tiap diri bertaggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.”
Berdasarkan ayat ini, Imam as-Syafi’I dan pengikutnya mengambil kesimpulan hukum bahwa bacaan (Al-Qur’an) tidak sampai jika pahalanya dihadahkan kepada mayat. Hal ini karena ia bukan amal dan jerih payahnya. Ketika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah seluruh amalnya keuali tiga hal, sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah di dalam H.R. Muslim no. 1631 yang artinya:
                “Dari Abu Hurairah ra. (diriwayatkan) bahwasannya Nabi saw bersabda: Ketika seseorang mati, maka amalannya akan berhenti kecuali tiga (amalan); shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak shalih yang mendoakan.”

Di dalam sebuah Hadits Rasulullah saw member peringatan agar kita tidak melakukan hal-hal yang tidak ada tuntunannya. H.R. al-Bukhari no. 2697 dan Muslim no. 1718 yang artinya:
                “Dari Aisyah ra (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu dalam agama kitaini yang tidak berasal darinya maka perbuatan itu ditolak.”

Kedua, para sahabat tidak melakukan hal itu karena memang tidak ada tuntunannya dari Al-Qur’an dan Hadits.

Ketiga, tidak bisa dipastikan, apakah ketika seseorang membaca Al-Qur’an itu ia mendapat pahala sehingga bisa menghadiahkan pahala tersebut kepada orang lain atau tidak.

Keempat, menganut pendapat sampainya pahala bacaan kepada orang lain seringkali berakibat negative, yaitu orang yang kurang beramal shalih mengharapkan hadiah pahala dari orang lain.

Adapun mendoakan orang yang sudah meninggal dunia itu ada tuntunannya. Doa orang-orang beriman diterima oleh Allah dan pahalanya akan sampai kepada mayit jika ia beriman.  Allah SwT berfirman dalam Qs. Al-Hasyr [59]: 10 yang artinya:
                “Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa: Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.”

Setiap selesai menguburkan jenazah, Rasulullah saw berdiri di sisi makam seraya bersabda, yang artinya:
                “Hendaklah kalian memohonkan ampunan bagi saudara kalian dan mohonkanlah keteguhan hati baginya, karena dia sedang ditanya.” [HR Abu Dawud no. 3221]
Beliau juga mengajarkan doa ketika menziarahi kubur, yang artinya:
                “Kesejahteraan atas kalian wahai para penghuni kubur dari orang-orang Mukmin dan Muslim,kami mohon afiat kepada Allah bagi kami dan kamu sekalian.”  [HR Muslim no. 104]

Memperhatikan alasan-alasan di atas, maka lebih baik kita tidak melakukan yang tidak ada tuntunannya, dan mencukupkan diri dengan yang  jelas ada tuntunannya, yaitu mendoakan orang yang mennggal dunia.
Dalam kitab al-Umm bab Shadaqahnya orang yang hidup dari mayit (4/126, Daarul Ma’rifah-Beirut) disebutkan:
                “Ar-Rabi’bin Sulaiman mengabarkan kepada kami, ia berkata, asy-Syafi’I menceritakan kepada kami dengan imlaa bahwa beliau berkata: Mayit akan mendapatkan pahala dari perbuatan orang lain dalam 3 perkara yaitu, haji yang ditunaikan untuk mayit (badal haji), harta yang disedahkan atas namanya atau yang dibayarkan dan doa. Adapun selain itu berupa shalat dan puasa, maka pahalanya (hanya) untuk pelakunya, tidak untuk mayit.”

Sumber:

SUARA MUHAMMADIYAH 18/100|16-30  SEPTEMBER 2015 HALAMAN: 14 - 15